Sumber foto dari iLivIslam.com syukran
Seperti biasanya, Amirul Mukminin Umar bin Khattab menghabiskan sebagian malamnya untuk meronda, melihat kondisi umat yang dipimpinnya dari dekat. Tak terasa malam terus beranjak. Fajar pun mulai terkuak. Ketika melewati sebuah gang, tiba-tiba ayunan langkahnya tertahan. Dari bilik sebuah rumah kecil, ia mendengar seorang ibu sedang bercakap dengan putrinya.
“Tidakkah kau campur susumu ? Hari sudah menjelang pagi,” kata ibu itu kepada anaknya. “Bagaimana mungkin aku mencampurnya Amirul Mukminin melarang perbuatan itu,” sahut si anak. “Orang-orang juga mencampurnya. Campurlah! Amirul Mukminin tidak mengetahuinya,” balas sang ibu. “Jika Umar tak melihatnya, Tuhannya Umar melihatnya. Aku tidak mau melakukan karena sudah dilarang,” Jawab si anak yang sungguh menyentuh hati Umar.
Setelah menyaksikan percakapan seorang ibu dengan anaknya tersebut, Umar bin Khattab bergegas pulang dan memanggil anaknya Asim untuk menikahi gadis tersebut dan disertai dengan ketaatan kepada ayahnya, maka Asim menyatakan kesediaannya. Saat itu Umar berharap seraya berkata "Semoga lahir dari keturunan gadis ini seorang pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
Dari pernikahan Asim bin Umar bin Khattab dengan gadis anak dari wanita penjual susu tersebut terlahir seorang wanita bernama Laila atau yang lebih dikenal dengan Ummu Asim binti Asim, dan dari pernikahan Ummu Asim binti Asim dengan Abdul-Aziz bin Marwan, gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik, lahirlah Umar bin Abdul Aziz, yang sering disebut khalifah kelima setelah Ali bin Abi Thalib karena keadilannya.
Sekelumit Kisah tentang Umar bin Abdul Aziz (Cicit Umar bin Khattab)
Umar bin Abdul Aziz masih satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu. Dia adalah seorang Tabi’in terhormat. Dia mendapat gelar Khalifah Rasyidah yang kelima karena memerintah sesuai dengan sistem Khulafaur Rasyidin. Dia naik tahta setelah sepupunya Sulaiman bin Abdul Malik. Muhammad bin Ali bin Husain mengatakan tentang dirinya, “Kalian tahu bahwa setiap kaum memiliki orang yang yang menonjol? Yang menonjol dari Bani Umaiyah adalah Umar bin Abdul Aziz. Saat dibangkitkan di hari kiamat kelak, merupakan satu kelompok tersendiri.”
Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau, "Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?". Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan dari kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, beliau memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.
Umar dibaiat menjadi khalifah setelah wafatnya Sulaiman bin Abdul Malik melalui sebuah surat wasiat yang ditulis sendiri oleh Sulaiman, ketika surat wasiat tersebut dibacakan oleh penasehat kerajaan Raja’ bin Haiwah, Umar tidak menyukainya. Oleh karena itu dia mengumpulkan orang-orang di Masjid untuk shalat berjamaah lalu berpidato. Setelah menyampaikan pujian kepada Alloh dan bersalawat kepada Nabi, dalam pidatonya dia mengatakan, “Wahai manusia! Saya telah diuji untuk mengemban tugas ini tanpa dimintai pendapat, permintaan dari saya, atau musyawarah kaum Muslimin. Maka sekarang ini saya membatalkan baiat yang kalian berikan kepada diri saya dan untuk selanjutnya pilihlah khalifah yang kalian suka!” Tetapi orang-orang yang hadir dengan serempak mengatakan, “Kami telah memilih engkau wahai Amirul Mukminin. Perintahlah kami dengan kebahagiaan dan keberkatan!” Setelah itu dia lalu menyuruh semua orang untuk bertakwa, untuk tidak menyukai dunia dan menyukai akhirat, kemudian berkata, “Wahai manusia! Barang siapa menaati Allah, wajib ditaati, siapa yang mendurhakai-Nya tidak boleh ditaati oleh seorangpun. Wahai manusia! Taatilah saya selama saya menaati Alloh dalam memerintamu dan jika saya mendurhakai-Nya tidak ada seorangpun yang boleh mentaati saya.” Lalu dia turun dari mimbar.
Percakapan antara dia dengan putranya setelah menjadi khalifah
Sesampainya di rumah, Umar pergi ke tempat tidur untuk istirahat. Tetapi belum sempat membaringkan badannya, putranya, Abdul Malik datang menghampirinya. Ketika itu berumur 17 tahun. Dia mengatakan, “Apa yang hendak engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?” “Oh putraku, aku hendak istirahat sebentar, dalam tubuhku tidak ada kekuatan lagi.” jawab Umar. Abdul Malik berkata lagi, “Apakah engkau istirahat sebelum mengembalikan hak yang dirampas dengan jalan curang kepada yang punya?” Umar menjawab, “Putraku, tadi malam saya bergadang untuk mengurus pamanmu, Sulaiman dan nanti waktu Zuhur saya akan salat bersama orang-orang dan insya Allah akan mengembalikan hak-hak yang diambil secara curang itu kepada yang punya.” Abdul Malik berkata lagi, “Siapa yang bisa menjamin dirimu akan hidup sampai Zuhur wahai Amirul Mukminin?” Serta merta Umar berdiri, lalu mencium dan merangkul anaknya, serta mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dari tulang rusukku seseorang yang menolongku dalam beragama.” Seketika itu juga dia memerintahkan untuk menyeru semua orang, bahwa barang siapa pernah dicurangi oranglain, agar melapor. Umar pun mengembalikan hak-hak yang dirampas dengan curang itu kepada yang punya.
Keadilannya
Umar pernah mengumpulkan sekolompok ahli fikih dan ulama dan mengatakan, “Saya mengumpulkan tuan-tuan ini untuk meminta pendapat mengenai hasil tindak curang yang berada pada keluargaku.” Mereka mengatakan, “Itu semua terjadi sebelum masa pemerintahanmu. Maka dosanya berada pada yang merampasnya.” Umar tidak puas dengan pendapat itu dan mengambil pendapat kelompok lain, di dalamnya termasuk putranya Abdul Malik yang mengatakan kepadanya, “Saya berpendapat, hasil-hasil itu harus dikembalikan kepada yang berhak, selama engkau mengetahuinya. Jika tidak dikembalikan engkau telah menjadi patner mereka yang merampasnya dengan curang.” Mendengar itu Umar puas dan langsung berdiri untuk mengembalikan hasil-hasil tindak kecurangan itu.
Prestasinya dalam Mensejahterakan Rakyat
Salah satu prestasi yang sangat gemilang adalah keberhasilannya dalam mengelola Baitul Maal, sehingga saat itu tidak ada seorang muslim pun yang mau menerima zakat karena seluruhnya sudah mampu membayar zakat sebagai simbol kesejahteraan mereka, sehingga sebagian zakat itu dialokasikan untuk membantu daerah-daerah miskin di benua Afrika dan sebagian dialokasikan untuk membantu para remaja yang telah berumur 17 tahun keatas tetapi belum mampu menikah, dengan dana itu para pemuda tersebut dihimbau untuk menikah dengan biaya dari Baitul Maal Negara.
Wafatnya Pemimpin Termasyhur Bani Umayyah
Masa pemerintahannya hanya berlangsung sebentar. Hanya dua tahun setengah, lebih tepatnya sekitar 2 tahun, 5 bulan, 5 hari. Beliau menemui Rabb nya dalam keadaan berlaku adil dan telah mampu mensejahterakan rakyatnya.
Pemimpin Yang Adil
Memakmurkan umat dunia dan akhirat
Tiada keadilan negara huru-hara
Pemimpin membela nasib rakyatnya
Pemimpin yang adil sifatnya amanah
Mampu rasa resah susah rakyat-rakyatnya
Keadilannya tanpa pilih kasih pada siapa
Kepentingan rakyat lebih utama
Didengari rintihan dari rakyat-rakyatnya
Kasih sayang terserlah di wajahnya
Sombong dan takbur tidak ada pada dirinya
Rakyat hormat bukan takut padanya
Pemimpin yang adil mengutamakan amanah
Wang rakyat dan negara tidak disalah guna
Rasuah dan kemungkaran sangat dijauhinya
Rakyat diseru mentaati Allah
Terdapat pemimpin di dunia kini
Seringkali mencetus huru-hara
Demi melindungi kepentingan dirinya
Rela membiar rakyatnya derita
Pemimpin yang adil mengutamakan rakyatnya
Melepaskan mereka dari sengsara
Akhlak yang mulia pakaian dirinya
Rakyat taat dan sayang padanya
Tuhan, kurniakanlah pemimpin yang sejati
Tuhan, kurniakanlah pemimpin yang begini
Pemimpin Yang Adil
Munsyid : Nadamurni
http://liriknasyid.com
penyelamat umat dunia dan akhirat
tiada keadilan umat kan huru hara
pemimpin menanggung dosa rakyatnya
pemimpin yg adil orgnya tawaddu'
boleh duduk sama dgn rakyat-rakyatnya
kehidupannya tidak jauh beza dgn rakyatnya
kepentingan rakyat lebih utama
dia boleh ditegur oleh rakyat-rakyatnya
kasih sayang teserlah di mukanya
sombong dan takabur tiada pada dirinya
rakyat taat dan sayang padanya
kepentingan rakyat sangat dijaga
wang rakyat dan negara tidak disalah guna
rasuah dan kemungkaran sangat dijauhinya
rakyat diajak mentaati Allah
pemimpin yang adil mengutamakan akhirat
mengingatkan rakyat tipu dunia
akhlak yang mulia pakaian dirinya
rakyat hormat bukan takut padanya
pemimpin-pemimpin di akhir zaman
kebanyakkan pencetus huru hara
untuk melindungi kesalahan dirinya
dia tuduh orang melakukannya
mana nak dicari pemimpin yang begini
Sumber http://kaze-vm.tk
0 comments:
Post a Comment