Allah Taala berfirman, “Segala sesuatu itu di sisi Allah adalah dengan ketentuan takdir.” (Q.S. Ar-Ra'd:8)
Jadi Allah SWT itu tidak menanggung sesuatu kewajiban apa pun dan tidak pula mengaturnya itu kerana mengikuti dorongan kemauan atau perintah siapa pun juga.
Allah Taala berfirman, “Katakanlah! ‘Ya Allah Yang Maha Memiliki kerajaan! Engkau memberikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, Engkau mencabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki, Engkau memuliakan orang yang Engkau kehendaki dan merendahkan orang yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan-Mulah segala kebaikan, sesungguhnya Engkau adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam, Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup dan Engkau memberikan rezeki kepada orang yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan.’” (Q.S. Ali Imran:26-27)
Makna dari ayat yang tercantum di atas ialah bahawa Allah Taala memerintahkan kepada Rasul-Nya supaya diberitahukan kepada seluruh umat manusia hal-hal di bawah ini:
a. Allah SWT adalah Maharaja yang sebenar-benarnya yang berhak menguasai seluruh kerajaan dalam alam semesta ini.
b. Dia berhak mengaruniakan kerajaan atau kekuasaan memerintah itu kepada siapa saja yang dikehendaki.
c. Dia berhak pula mencabut kerajaan atau kekuasaan itu dari siapa saja yang dikehendaki.
d. Baik memberi atau mencabut itu adalah dengan dasar sunatullah yang berlaku dalam hal memberi atau mengambil kembali.
e. Dia berhak memuliakan siapa saja yang dikehendaki dengan jalan memberikan pertolongan kepadanya untuk mencapai kemuliaan itu setelah mengerjakan sebab-sebab yang dapat digunakan untuk memperolehnya.
f. Dia berhak merendahkan siapa saja yang dikehendaki dengan menakdirkan ia menjadi orang yang hina dina.
g. Juga di dalam kekuasaan Allah Taala pula terletak segala kebaikan atau keburukan.
h. Dia berhak memberi dan mengambil kembali, berhak memberikan kemuliaan dan kehinaan, juga berhak memberikan manfaat atau mudarat kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, sebab Dia memang Maha Kuasa untuk melakukan segala sesuatu itu sesuai dengan kehendak yang telah ditetapkan.
i. Bahawa sebagai tanda kekuasaan Allah Taala ialah apa yang dapat disaksikan di alam semesta ini yakni dengan adanya waktu yang berganti-gantian, malam dimasukkan dalam siang dan siang dimasukkan dalam malam, dari yang mati dikeluarkan makhluk yang hidup dan dari yang hidup dikeluarkan makhluk yang mati.
j. Bahawa Allah Taala berhak melimpahkan rezeki sebanyak-banyaknya kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa ada perhitungan sama sekali, juga tanpa penyelidikan dan lain-lain, sebab segala urusan itu hanyalah dalam kekuasaan-Nya sendiri saja secara mutlak, tiada sekutu yang berupa apa pun yang berhak mencampuri wewenang-Nya itu. Ringkasnya dari semua itu ialah supaya dimaklumi oleh seluruh umat manusia bahawa Allah SWT adalah Maha Pembuat yang bebas.
Allah Taala berfirman, “Dan Tuhanmu itu menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilih-Nya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” (Q.S. Al-Qashash:68)
Jadi Allah Taala yang menciptakan dan oleh sebab itu bebas pula memilih siapa pun dari makhluk-Nya sesuai dengan apa yang telah Dia kehendaki, sebab memang Dia adalah pengatur secara mutlak, tidak seorang pun yang memiliki hak untuk memilih yang sesuai dengan kehendak-Nya sendiri.
Allah Taala berfirman, “Jika Allah menimpakan bahaya kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain dari Dia dan jika Allah menghendaki kebaikan untukmu, maka tidak ada yang dapat menghalang-halangi karunia-Nya. Kebaikan itu diberikan oleh-Nya kepada orang yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya. Dia adalah Maha Pengampun dan Penyayang.” (Q.S. Yunus:107)
Jelaslah, dari ayat di atas itu bahawa Allah Taala mengatur dalam lingkungan kerajaan-Nya ini, menurut kehendak-Nya sendiri dengan mengikuti dasar kebijaksanaan dan rahmat. Ini adalah hak-Nya yang mutlak, tidak dapat diganggu gugat. Oleh kerana itu, apabila seseorang tertimpa bencana, pasti tidak ada yang dapat menyelamatkannya selain Allah Taala. Tetapi sebaliknya apabila Allah Taala menghendaki seseorang memperoleh kebaikan, juga tidak seorang pun yang dapat menghalang-halangi atau menolaknya.
Allah Taala berfirman, “Apa saja yang berupa rahmat yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia, maka tidak seorang pun yang dapat menghambat dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat melepaskannya, selain dari Dia sendiri. Allah adalah Maha Mulia dan Bijaksana.” (Q.S. Fathir:2)
Lagi firman-Nya, “Bagi Allah adalah segenap apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu semua memperlihatkan apa-apa yang ada di dalam hatimu atau kamu semua menyembunyikannya, niscaya Allah akan memperhitungkan itu semua pada dirimu. Maka dari itu Allah mengampuni orang yang dikehendaki dan menyiksa orang yang dikehendaki pula. Allah adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah:284)
Bukankah sudah terang sebagaimana yang tercantum dalam ayat di atas bahawa seluruh kerajaan langit dan bumi ini adalah milik Allah SWT semata-mata. Dia Yang Maha Esa. Terang pula bahawa segala sesuatu yang oleh manusia itu ditampakkan secara terang-terangan, atau yang disembunyikan rapat-rapat atau apa saja yang dikandung dalam sanubarinya yang berupa niat, kehendak, kemauan, tujuan dan lain-lain, semuanya itu pasti akan diperhitungkan oleh Allah Taala, seluruhnya akan dihisab nanti pada hari kiamat. Jika baik, tentu akan diberi balasan baik dan jika buruk, maka akan diberi balasan buruk pula. Tetapi sementara itu, Allah Taala juga akan mengampuni siapa yang dikehendaki oleh-Nya untuk diampuni. Tentang siapa yang dikehendaki akan memperoleh pengampunan ini, oleh Allah Taala dijelaskan dalam ayat lain, iaitu, “Dan sesungguhnya Aku pastilah Maha Pengampun kepada orang yang bertaubat, beriman serta beramal saleh kemudian suka pula menerima petunjuk yang baik.” (Q.S. Thaha:82)
Jadi pengampunan Allah Taala tidaklah diterapkan kepada sembarang orang saja, tetapi diberinya syarat-syarat, misalnya orang itu haruslah bertaubat yakni kembali menghadap ke hadirat Allah dengan menyatakan kesalahan dirinya lalu mengikrarkan suatu taubat nasuha dan tidak akan mengulangi lagi kemaksiatan yang sudah itu. Selain itu harus pula ia memperbaharui keimanannya kepada Allah Taala, lalu diikuti pula dengan berbuat amal-amal saleh yang dapat melenyapkan segala keburukan yang pernah dilakukan. Dengan melaksanakan semua itu, akan dicapai suatu tingkat yang luhur iaitu memperoleh petunjuk yang dapat menenteramkan kalbu sebab merasa bahawa itulah yang hak, benar dan diyakininya secara pasti. Sebagai kebalikannya ialah bahawa siksa Allah Taala akan diturunkan kepada orang-orang yang melakukan kemaksiatan yang berhak untuk memperoleh siksa tersebut dan ini pun berlandaskan pula dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku sesuai dengan keadilan Ilahi. Jadi setiap amal perbuatan itu akan memperoleh balasan yang setimpal.
Mempercayai persoalan-persoalan sebagaimana di atas itu adalah sebagian dari keimanan kepada Allah Taala dan dari situlah bercabang keimanan terhadap takdir
0 comments:
Post a Comment