“Oleh itu ingatlah kamu kepadaKu (dengan mematuhi hukum dan undang-undangKu), supaya Aku membalas kamu dengan kebaikan dan bersyukurlah kamu kepadaKu dan janganlah kamu kufur (akan nikmatKu). (Al-Baqarah :152)
Allah SWT juga memberitahu bahwa Dia tidak akan menyiksa mereka yang bersyukur, sebagaimana yang difirmankan, artinya,
“Apa gunanya Allah menyeksa kamu sekiranya kamu bersyukur (akan nikmatNya) serta kamu beriman (kepadaNya)? Dan (ingatlah) Allah sentiasa membalas dengan sebaik-baiknya (akan orang-orang yang bersyukur kepadaNya), lagi Maha Mengetahui (akan hal keadaan mereka)”. (An-Nisaa :147)
Mereka yang bersyukur merupakan golongan yang istimewa di hadapan Allah, Dia mencintai orang yang mensyukuriNya serta membenci orang yang menkufurinya . Dia telah berfirman, yang artinya,
“ Kalaulah kamu kufur ingkar (tidak bersyukur) akan nikmat-nikmatNya itu, maka ketahuilah bahawa sesungguhnya Allah tidak berhajatkan (iman dan kesyukuran) kamu (untuk kesempurnaanNya) dan Dia tidak redakan hamba-hambaNya berkeadaan kufur dan jika kamu bersyukur, Dia meredainya menjadi sifat dan amalan kamu” (QS Az Zumar:7)
Allah juga menegaskan, bahawa syukur merupakan sebab kekalnya sesuatu nikmat, sehingga tidak luput malah semakin bertambah, sebagaimana firman-Nya, yang artinya,
“Dan (ingatlah) ketika Tuhan kamu memberitahu: Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur nescaya Aku akan tambahi nikmatKu kepada kamu dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabKu amatlah keras”. (Ibrahim : 7)
Dan masih banyak keutamaan dan manfaat dari rasa syukur kepada Allah, maka munasabahlah sekiranya Allah menyatakan, bahawa amat sedikit dari hamba-hamba-Nya yang bersyukur (dengan sebenarnya).
Hakikat Syukur
Kesyukuran yang hakiki didirikan di atas lima asas utama yang mana barang siapa mengamalkannya, maka dia adalah seorang yang benar-benar bersyukur iaitu,
Merendahkan diri di hadapan yang dia syukuri (Allah).
Rasa cinta terhadap Pemberi nikmat (Allah).
Mengakui seluruh nikmat yang Dia berikan.
Senantiasa memuji-Nya atas nikmat tersebut.
Tidak menggunakan nikmat untuk sesuatu yang dibenci oleh Allah.
Maka dengan demikian syukur adalah merupakan bentuk pengakuan atas nikmat Allah dengan penuh sikap kerendahan serta menyandarkan nikmat tersebut kepada-Nya, memuji Nya dan menyebut-nyebut nikmat itu, kemudian hati senantiasa mencintai Nya, anggota badan taat kepadaNya serta lidahnya tidak berhenti-henti menyebut Nya.
Pujian yang Diajarkan Nabi s.a.w.
Nabi s.a.w mengucapkan pujian (zikir) di ketika pagi dan petang sebagaimana berikut, yang artinya,
"Ya Allah tidak satu pun kenikmatan yang menyertaiku di pagi /petang ini atau yang tercurah kepada salah satu dari makhluk Mu, maka itu adalah semata dari Mu, tiada sekutu bagi Mu, untuk Mu lah segala puji dan untuk Mu pula segenap syukur."
Nabi bersabda bahwa siapa yang membaca zikir ini di waktu pagi, maka ia telah melakukan syukur sepanjang siang harinya, dan barang siapa membacanya ketika petang , maka dia telah melaksanakan syukurnya sepanjang malamnya. (HR. Abu Dawud, dinyatakan hasan oleh Ibnu Hajar dan An-Nawawi)
Jenis-jenis Syukur
Imam Ibnu Rajab berkata, "Syukur itu dengan hati, lisan dan anggota badan”.
Syukur dengan hati adalah mengakui nikmat tersebut dari Yang Memberi nikmat, berasal dariNya dan atas keutamaan-Nya.
Syukur dengan lisan yaitu selalu memuji Yang Memberi nikmat, menyebut nikmat itu, mengulang-ulangnya serta menampakkan nikmat tersebut, Allah s.w.t. berfirman, artinya,“Dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutNya (dengan bersyukur)”.(QS. 93:11)
Syukur dengan anggota badan iaitu tidak menggunakan nikmat tersebut, kecuali dalam rangka ketaatan kepada Allah s.w.t., berwaspada dari menggunakan nikmat untuk kemaksiatan kepada-Nya.
Setelah kita tahu hakikat dan jenis-jenis syukur, maka marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah kita telah bersyukur dengan benar, apakah kita telah sejujurnya mencintai Allah, telah tunduk dan mengakui nikmat dan keutamaan yang diberikan Allah? Apakah kita telah benar-benar memuji Allah, adakah kesyukuran itu telah mempengaruhi hati kita, lisan kita dan seluruh tindak tanduk, akhlak dan pergaulan kita?
Kita harus bertanya secara jujur:
Apakah termasuk syukur, jika seorang muslim atau muslimah meniru-niru gaya hidup orang kafir? Apakah makna syukur bila seorang muslimah mengikuti model dan gaya hidup wanita musuh Allah? Berpakaian terbuka, bertabarruj dan membantah ketetapan syara' tanpa rasa malu dan segan?
Apakah termasuk syukur jika seorang muslim meninggalkan solat lima waktu, atau menyia-nyiakannya, atau tidak mahu mengerjakannya dengan berjamaah? Bahkan lebih senang mengikuti perkara bid'ah dan sesat?
Apakah termasuk orang syukur kalau meremehkan puasa Ramadhan, tidak mahu pergi haji padahal mampu, tidak mahu membayar zakat dan berinfak?
Apakah merupakan orang yang bersyukur jika tanpa segan silu bergelumang dengan riba, membazirkan harta untuk berfoya-foya, minum-minuman keras, dadah dan seumpamanya?
Apakah tanda syukur jika seorang pemuda suka beromong-omong kosong, berkumpul-kumpul di tepi jalan , berbual kosong di telepon, membazirkan makanan dan meremehkan nikmat yang dia terima?
Sumber: Kutaib “Aina Asy Syakirun?” Al-Qism al-Ilmi Darul Wathan.
Adaptasi dari artikel asal bertajuk “Seberapakah Syukur Kita?” dari www.alsofwah.or.id