Seorang Mukmin memiliki perasaan yang paling dalam terhadap nilai masa. Sesungguhnya Allah akan menyoalnya kelak pada Hari Pembalasan tentang umurnya, untuk apa dihabiskan? Tentang masa mudanya, untuk apa dipergunakan? Seorang Mukmin akan menjadi kikir terhadap masanya jika disia-siakan dalam permainan atau dihamburkan seperti angin yang bertiup. Masa adalah modal pokok orang Mukmin. Bagaimana mungkin mensia-siakannya sehingga ia rugi? Masa sesungguhnya adalah nikmat yang wajib disyukuri dengan cara memanfaatkannya. Tidak boleh diingkari dengan cara mensia-siakannya. Berkata Umar bin Abdul Aziz, ”Sesungguhnya malam dan siang bekerja untukmu, kerana itu bekerjalah kamu pada keduanya”.
Setiap Mukmin merasa seolah-olah setiap hari, matahari dan fajar memanggilnya dengan suara keras; ”Wahai manusia, aku adalah makhluk baru. Aku akan menyaksikan pekerjaanmu. Berbekallah engkau dariku dan manfaatkanlah aku dengan amal soleh, sesungguhnya aku tidak pernah kembali selama-lamanya”. Setiap Mukmin merasa takut hari-harinya akan lari dari genggamannya, kosong dari amal hari ini sampai pada hari esok. Pada esok hari sudah ada amal lain yang menunggunya sehingga tidak sempat mengerjakan pekerjaan pada hari-hari lainnya.
Demikian pula seorang Mukmin memiliki keinginan kuat agar hari ini lebih baik dari hari semalam. Hari esok lebih baik dari hari ini. Ia ingin hidup panjang – setelah kematiannya – sepanjang amal perbuatannya dan sepanjang kebaikan dampak amal perbuatannya. Seorang Mukmin memiliki keinginan kuat untuk mewariskan ilmu yang bermanfaat, amal perbuatan yang baik, program yang menghasilkan sesuatu, sedekah jariah atau keturunan yang soleh.